Tahukah Anda jika sepeda yang kita kenal sekarang ternyata memiliki sejarah yang sangat panjang. Mulai dari bentuknya yang sederhana, beroda tiga hingga sepeda modern dengan berbagai tipe dan variasi yang kita kenal sekarang. Semua itu tidak lepas dari kreativitas dan inovasi yang dikembangkan oleh para ahli ari berbagai bidang yang saling melengkapi satu sama lain.
Dalam berbagai informasi dan catatan sejarah, sepeda pertama ditemukan oleh Baron Karl Drais von Sauerbronn atau lebih sering dikenal Karl Drais -lahir pada tanggal 29 April 1785 di Karlsruhe, Jerman. Ia berprofesi sebagai kepala pengawas hutan. Untuk menunjang tugasnya sebagai kepala pengawas hutan, ia membutuhkan alat transportasi dengan mobilitas tinggi.
Didasari kebutuhan tersebut, Karl Drais kemudian berinovasi menciptakan sebuah alat transportasi untuk menunjang pekerjaannya. Hingga akhirnya ia berhasil menciptakan sebuah terobosan yang sangat penting bagi teknologi sepeda modern yang kita jumpai sekarang. Bentuk awal sepeda yang diciptakan pada masa itu adalah sepeda beroda tiga tanpa pedal.
Dikutip dari informasitips.com, Karls Drais melakukan perjalanan pertamanya pada 12 Juni 1817, dari Mannheim ke Schwetzinger Relaishaus. Perjalanan keduanya dari Gernsbach ke Baden juga dilakukan pada tahun yang sama. Dengan kendaraannya itu, Karl Drais dilaporkan mampu melaju lebih cepat.
Perjalanan perdana dengan sepeda buatannya ini telah diliput dan dimuat di koran lokal Jerman pada tahun 1817. Karl Drais sendiri memberi nama sepeda ciptaannya ini dengan Draisienne. Popularitas Draisienne tidak berlangsung lama. Sebab, setelahnya bermunculan jenis sepeda baru dengan keunggulan masing-masing.
Berkat ide dan kreativitasnya ini, Karls Drais dianugerahi gelar duke pada tanggal 12 Januari 1818. Selain itu, Grand Duke Karl Drais juga ditunjuk sebagai profesor mekanika. Gelar ini merupakan gelar kehormatan yang tidak ada kaitannya dengan universitas ataupun lembaga lain. Ketika pensiun dari layanan sipil, Karl Drais tetap menerima gaji sebagai bentuk imbalan jasanya sebagai penemu sepeda.
Di Indonesia, popularitas sepeda banyak dikenalkan di masa kolonial Belanda. Orang Belanda membawa sepeda buatan Eropa sebagai alat transportasi di masa pendudukan mereka di Indonesia.
Tidak seperti yang kita temui sekarang, dulu rakyat jelata belum dapat menikmati alat transportasi tersebut. Hanya para penguasa dan bangsawan yang dapat menikmati sepeda. Hampir semua orang mengakui jika sepeda, yang umumnya adalah buatan Eropa, merupakan alat transportasi mewah pada masa itu.
Pada tahun 1960-an, seiring dengan perkembangan teknologi transportasi, kedudukan sepeda sebagai kendaraan kelas atas perlahan-lahan tergeser oleh popularitas motor dan mobil. Sedangkan sepeda buatan 1930-an sampai 1950-an segera menjadi barang lama yang mudah untuk ditinggalkan, walapun ada juga orang yang mulai mengoleksi sepeda di era ini.
Seperti dilansir dari bernas.id, sepeda kuno buatan Inggris antara lain Humber Cross (1901), Raleigh (1939), Phillips (1956), Hercules (1922). Sedangkan sepeda buatan Belanda ialah Batavus (1920), Gazelle (1925), Valuas (1940), Master (1950), dan beberapa yang lainnya.
Sepeda-sepeda kuno buatan Belanda (Dutch Bike) sering pula dijuluki sebagai sepeda onthel atau sepeda unta. Bahkan kini pada abad ke-21, masih terdapat koleksi sepeda buatan awal abad ke-20 seperti merek Veeno yang dicari oleh pecinta sepeda.
Selain onthel, kita juga mengenal sebutan sepeda jengki. Istilah “jengki” berasal dari kata “yankee”. Sebutan ini diperuntukan orang Amerika. Istilah ini muncul ketika orang Amerika pada tahun 1960-an dapat menginvasi Indocina. Pada waktu itu, orang Amerika beserta produk-produknya membawakan ciri fisik, perilaku, pemikiran, dan tampilan baru kepada orang Asia.
Presiden Soekarno bahkan sempat melarang masuknya segala produk buatan Barat. Akibatnya, sepeda buatan Belanda dan Eropa Barat sempat tidak lagi dapat masuk ke Indonesia sehingga pasar sepeda diramaikan sepeda buatan Tiongkok dengan bentuk dan proporsi baru seperti merek Butterfly dan Phoenix.
Jika dilihat, rangka sepeda buatan China jauh lebih ringan dan ukurannya pun lebih kecil sehingga lebih mudah dikendarai oleh orang Indonesia. Sepeda keluaran baru itu sering pula disebut orang dengan nama sepeda jengki.
Dari situlah sepeda jengki menjadi istilah populer terkait sepeda antik di samping sebutan lain seperti sepeda kumbang dan sepeda sundung.
Selain sepeda jengki, Indonesia sebenarnya telah lama mengenal sepeda balap. Sebelum Perang Dunia II telah ada beberapa pebalap sepeda profesional Indonesia yang dibiayai oleh beberapa perusahaan seperti Mansonia, Triumph, dan Hima.
Kegiatan balap sepeda awalnya berada di Semarang. Di kota itu sempat didirikan velodrome oleh arsitek Ooiman serta Van Leeuwen. Tetapi kegiatan ini terhenti pada masa penjajahan Jepang. Setelah masa proklamasi, balap sepeda kembali dilakukan lagi.
Pada Pekan Olahraga Nasional ke-2 tahun 1951, balap sepeda telah menjadi cabang olahraga resmi yang diperlombakan. Beberapa daerah kemudian membentuk perkumpulan balap sepeda, dan akhirnya berdirilah Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) pada tanggal 20 Mei 1956 di Semarang.
Mulai tahun 1980-an, popularitas sepeda di Indonesia mulai didominasi oleh sepeda modern misalnya sepeda gunung (mountain bike), sepeda perkotaan (commuting bike), sepeda anak juga belakangan terdapat sepeda lipat (folding bike).
Dari sekian banyak jenis sepeda modern, sepeda gununglah yang paling diminati di Indonesia. Sepeda yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1977 oleh Joe Breeze, Gary Fisher dan timnya itu memang banyak digemari oleh masyarakat perkotaan di Indonesia.
Kini di era milenial, model sepeda pun kian berkembang. Saat ini ada sepeda MTB (sepeda gunung) hingga sepeda lipat. Selain itu sepeda BMX juga mulai diminati oleh para anak muda Indonesia. Hal ini dikarenakan karena sepeda BMX dapat digunakan untuk melakukan atraksi ekstrem yang menantang adrenalin.
Sumber :